Rabu, 12 Agustus 2020 10:24 WIB

Tidak Bisa Diajak Kerjasama, BPPRD Kepulauan Meranti Ultimatum Pihak Balai Karantina
Penulis: halloriau.com | dilihat: 327 kali

Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kepulauan Meranti, Mardiansyah.

SELATPANJANG - Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kepulauan Meranti, Mardiansyah akhirnya buka suara dan memberikan ultimatum kepada Balai Karantina Pertanian Hewan dan Tumbuh-tumbuhan Wilayah Kerja (Wilker) Selatpanjang.
 
Hal itu dilakukan setelah pihak perwakilan dari Kementerian Pertanian itu dianggap tidak bisa diajak bekerjasama dalam hal membantu daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Darah (PAD).
 
Dikatakan selama ini pihak karantina dianggap berselindung terhadap aturan yang mengikat, sehingga pola kerjasama yang dijajaki tidak pernah bisa terwujud.
 
Padahal menurutnya ada undang-undang baru yang mengatur jika kedua instansi ini bisa berpadu dan melakukan kerjasama dalam hal meningkatkan sinergitas dalam hal menyerasikan berbagai kepentingan.
 
"Sekarang inikan ada undang-undang baru nomor 21 tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan. Dimana di dalamnya terdapat pasal yang memuat lintas sektor harus berkoordinasi, tapi ini kok sangat susah apalagi untuk berbagi informasi. Terkait hal ini saya menilai ada suatu indikasi atau mereka memang tidak baca hal itu," ujar Mardiansyah, Rabu (12/8/2020).
 
Disampaikan, di dalam undang-undang tersebut pada pasal 84 disebutkan badan yang menyelenggarakan tugas pemerintah di bidang karantina dapat melakukan kerjasama dengan instansi lain. Selain itu pihak karantina juga bisa melakukan kerjasama dengan asas keterpaduan. Dimana dapat diartikan penyelenggaraan karantina harus menyerasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan.
 
Terkait permasalahan ini, Mardiansyah menuding pihak karantina tersebut tidak mau berbagi informasi mengenai adanya potensi sarang walet dalam jumlah besar. Padahal diketahui para wajib pajak terkesan kucing-kucingan dengan petugas pajak dan retribusi daerah dalam membayarkan pajaknya sebesar 7,5 persen. Hal itupun berdasarkan self assessment dari petani walet tanpa bisa melihat langsung berapa yang akan dipanen.
 
"Kita mendapatkan kabar jika pihak karantina telah melakukan pemeriksaan terhadap sarang burung walet dalam jumlah yang sangat besar yang kita ketahui itu potensinya juga sangat besar terhadap pendapatan daerah. Mereka pelit informasi sehingga petugas kita harus berkeliling mencari, sampai itu tidak bisa dijadikan objek pajak lagi karena sudah dibayarkan PNBP nya," ujar Mardiansyah.
 
Dikatakan pajak walet merupakan salah satu pendapatan daerah dari sektor pajak yang sangat strategis. Walaupun sering mengalami kebocoran, Kabupaten Kepulauan Meranti menjadi daerah dengan pendapatan terbesar se-Provinsi Riau untuk sektor pajak sarang burung walet.
 
"Pajak walet merupakan salah satu yang paling strategis dimana merupakan daerah dengan pendapatan terbesar di Riau. Daerah ini sudah bertahun- tahun dirugikan tak mungkin kita diam saja. Jika pihak karantina tidak mau berbagi informasi berarti mereka ada kepentingan lain, toh ini juga tidak merugikan karantina. Kita macam tidak dianggapnya, kalau mereka tidak mau berkoordinasi tak usah berada di sini lagi. Padahal yang kita lakukan untuk pemasukan bagi daerah, dimana hasil dari pajak juga digunakan untuk pembangunan dan masyarakat," pungkasnya.